![]() |
| Di SDN Jatiarjo 1, Kecamatan Prigen - Pasuruan |
Tulisan ini saya buat ketika baru saja menyelesaikan program PRIDE Campaign atau Kampanye Bangga Melestarikan Alam kerjasama antara Yayasan Kaliandra, RARE dan USAID tahun 2008. Misi dari kampanye ini adalah sosialisasi dan penyadaran masyarakat di sekitar lereng G. Arjuno (Desa Dayurejo dan Desa Jatiarjo Kecamatan Prigen Pasuruan) akan pentingnya keberadaan Taman Hutan Raya (Tahura) R. Suryo sebagai kawasan konservasi.
Kegiatan PRIDE yang saya ikuti lebih banyak berhubungan dengan dunia anak-anak yaitu kunjungan ke sekolah-sekolah lokal.yang tersebar di 2 desa (ada sekitar 10 SD dan MI) untuk persiapan pertunjukkan kostum Macan Tutul dan panggung boneka. Tingkah laku anak-anak yang polos membuat saya merasa senang sekali bisa berada di tengah-tengah mereka. Setiap sekolah yang saya kunjungi selalu ada pengalaman yang berbeda. Semuanya berkesan karena anak-anak selalu antusias melihat kedatangan saya dan teman-teman. Apalagi kalau si Matul (Macan Tutul) dan Luja (Luja) sudah beraksi, wah…..pasti anak-anak heboh sekali. Lari tunggang langgang sambil tertawa-tawa. Sejak saat itu nama saya dan teman-teman (pemeran Matul dan Luja) jadi terkenal di kalangan anak-anak. Kalau pergi ke dusun-dusun, kami selalu disapa dengan sebutan Matul dan Luja.
Setiap sekolah yang saya dan rekan-rekan kunjungi memang memiliki keunikan sendiri-sendiri. Sekolah desa, terutama di dusun Tonggowah, Tegal Kidul, Cowek memiliki keterbatasan lahan datar. Jadi ketika kami melakukan kegiatan, terpaksa anak-anak berbaris di tengah jalan yang menjadi lalu lintas pengguna jalan yang lain. Karena berada di jalan, tak urung aksi ini menjadi tontonan warga sekitar, terutama para ibu-ibu yang sedang mengasuh anaknya.
Dari segi murid-muridnya pun beragam. Ada sekolah yang murid-muridnya tertib, ada pula yang susah untuk dikendalikan karena begitu antusias melihat pertunjukkan kostum serta hadiah-hadiah yang kami bagikan.
Kagiatan pertunjukkan kostum, kami lakukan bertepatan dengan datangnya musim hujan. Sehingga sepertinya, kami harus berpacu dengan kondisi alam yang seperti ini. Sering kali ketika di tengah-tengah kegiatan, tiba-tiba datang hujan, mulai yang gerimis sampai yang lebat. Kalau hanya hujan gerimis, kegiatan masih bisa diteruskan karena anak-anak masih bersemangat mengikuti. Tetapi ketika sudah datang hujan lebat, mau tidak mau kegiatan harus dihentikan, karena ketiadaan tempat tertutup yang lain /aula.
Selain bisa dekat dan dikenal oleh para murid-muridnya, saya juga dikenal oleh para bapak/ibu guru. Karena sebelum kegiatan berlangsung, pastilah saya datang berkunjung ke sekolah untuk mengenal lebih dekat dan juga untuk melakukan “deal” kapan kegiatan akan dilakukan.
![]() |
| Di SDN Gutean Desa Dayurejo Prigen Pasuruan |
Selain kegiatan bersama anak-anak, saya juga pernah ikut dalam kegiatan karnaval di desa dalam rangka 17 Agustusan. Kebetulan saya sebagai tim dokumentasi. Saat itu, berbarengan dengan kedatangan tim dari RARE yang saat itu juga ikut meliput kegiatan. Para warga dari dusun Gamoh (diwakili tiap-tiap RT) menampilkan berbagai atraksi menarik. Untuk karnaval tahun 2007 kemarin, tema yang diambil adalah pelestarian hutan Tahura. Semua generasi, mulai dari anak kecil, remaja, bapak-bapak, ibu-ibu, sampai orang-orang yang sudah lanjut usia ikut berpartisipasi. Semua saling beradu kreatifitas untuk menampilkan yang terbaik. Ada atraksi pembalakan liar, kegiatan pengarengan, sampai atraksi pengungsi korban bencana banjir dan longsor yang semuanya diperankan bapak-bapak dan ibu-ibu yang sudah sepuh (tua). Jadi lucu sekali, sambil mereka menggelar nasi bungkus dan makan ramai-ramai di tengah jalan guna mempertontonkan bagaimana menderitanya para korban bencana alam. Senang sekali bisa berbaur dengan masyarakat desa, yang saat itu bisa dipastikan hampir semua orang dalam satu dusun tumplek bleg di sepanjang jalan. Dengan harapan bahwa kampanye melalui karnaval ini bisa menjadi salah satu media penyadaran masyarakat yang efektif, guna kelestarian hutan Tahura.
Kegiatan PRIDE lain yang pernah saya lakukan adalah lomba cerdas-cermat antar kaum perempuan tingkat dusun se-desa Dayurejo dan Jatiarjo. Harapannya di sini adalah kaum perempuan yang hidup di desa juga mempunyai hak yang sama dengan kaum pria dalam mengakses informasi yang berkaitan dengan pelestarian alam. Dengan pengetahuan yang diperolehnya tersebut, kaum perempuan bisa menjadi pendidik yang baik bagi putra-putrinya guna mencetak generasi penerus yang berkelanjutan dan bertanggung jawab bagi lingkungannya.
Pada lomba tersebut, saya meminta bantuan kepada tokoh-tokoh perempuan yang ada di masing-masing desa untuk membantu saya dalam mengkoordinir peserta lomba. Tapi, di desa Jatiarjo tidak begitu berjalan dengan lancar. Beberapa hari menjelang hari perlombaan, baru 1 tim (beranggotakan 3 orang) yang mendaftar dari 6 tim seperti yang direncanakan. Akhirnya, saya dan seorang rekan berangkat ke 3 dusun di desa Jatiarjo, bergerilya mencari peserta. Dari situlah kami baru mengetahui mengapa mereka belum juga mendaftar. Perasaan malu, itulah alasannya. Malu dengan segala keterbatasan kemampuan mereka, malu ditonton orang banyak, begitu katanya. Tetapi dengan semangat dan dorongan yang kami berikan, akhirnya kami berhasil juga membawa pulang nama-nama peserta sesuai dengan kuota. Tapi hikmah yang saya peroleh di sini adalah, saya bisa berkeliling desa berkunjung ke rumah warga, mengenal lebih dekat sampai ke tempat yang terpencil sekalipun. Lain Jatiarjo, lain pula desa Dayurejo. Berkat bantuan Ibu Carik (istri Sekretaris Desa) yang begitu antusias, nama peserta dapat terkumpul tepat pada tenggat waktu yang diberikan.
Saya juga membantu dalam workshop guru, membahas tentang kurikulum pendidikan lingkungan hidup. Kegiatan ini menambah wawasan saya mengenai dunia pendidikan. Apa itu kurikulum dan penyusunannya, apa itu mata pelajaran mulok (muatan lokal) dan manfaatnya. Tetapi secara garis besar, kegiatan PRIDE memberi manfaat yang besar. Masyarakat (dari mulai anak-anak sampai orang dewasa) akhirnya tahu dan sadar akan pentingnya menjaga hutan di Tahura. Otomatis, saya dan rekan-rekan sebagai fasilitator di sini juga turut bertambah pengetahuaanya. Serta dapat mengenal masyarakat dari berbagai macam kalangan dan lapisan. Mudah-mudahan kesadaran seperti ini akan berlanjut sampai seterusnya, tidak berhenti di sini saja. Agar hutan dan segala macam sumber daya di dalamnya akan tetap lestari sehingga dapat kita wariskan kepada para generasi penerus bangsa. Aamiin.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar